Macan di antara dahan pohon di Kalimantan Tengah. Foto : WWF/© Alain Compost. |
Hal tersebut terungkap dari laporan WWF yang baru saja dirilis berjudul Assessing the Impact of Climate Change in Borneo (Mengkaji Dampak Perubahan Iklim di Borneo). Laporan ini mengungkapkan bahwa Heart of Borneo (HoB) atau Jantung Kalimatan akan menghadapi peningkatan dampak merugikan akibat perubahan iklim di tahun-tahun mendatang.
Heart
of Borneo (HoB), sebuah jantung kehidupan di Kalimantan, satu-satunya
tempat yang tersisa di Asia Tenggara, membentang melintasi batas
Indonesia, Malaysia dan Brunei serta menjangkau hingga kaki bukit dan
dataran rendah yang secara ekologis terkait dimana hutan masih dapat
dikonservasi dalam skala yang sangat luas.
Luas
hutan hujan di HoB mencapai 220,000 kilometer persegi yang saling
terhubung, terdiri dari jaringan kawasan konservasi dan kawasan budidaya
yang dikelola secara berkelanjutan, untuk memastikan perlindungan serta
pengawetan keanekaragaman hayati dan sumber air bagi kemaslahatan para
pihak di tingkat lokal, nasional dan internasional.
Dalam laporan tersebut WWF memproyeksikan bahwa jika nilai modal alam (natural capital) akibat
deforestasi di Pulau Borneo terus berada pada titik yang sama, maka
kawasan HoB akan mengalami dampak perubahan iklim berupa meningkatnya
resiko kebakaran hutan, banjir, penurunan kualitas kesehatan manusia,
perubahan hasil pertanian dan kerusakan infrastruktur.
Naiknya
permukaan laut juga diproyeksikan dapat menyebabkan kerusakan yang
meluas ke pusat-pusat pemukiman, mengakibatkan kerusakan ekonomi yang
cukup besar dan naiknya komponen pembiayaan di kalangan pemerintah
daerah, masyarakat dan bisnis.
Selain
itu, dengan peningkatan suhu hingga dua derajat, keanekaragaman hayati
Borneo khususnya spesies laut, reptil dan amfibi akan sangat terganggu
dan berpotensi hancur pada tahun 2050 bila suhu meningkat lebih panas
lagi.
Laporan ini menyusul laporan WWF-ADB yang berjudul Ecological Footprint and Investment in Natural Capital in Asia and the Pacific
(Jejak Ekologis dan Investasi Modal Alam di Asia dan Pasifik) yang
dirilis pada 5 Juni 2012 yang lalu, yang mengingatkan tentang
berkurangnya modal alam di wilayah Asia-Pasifik dan adanya tekanan
terhadap jasa ekosistem yang ada.
Adam Tomasek, pimpinan program Heart of Borneo Global Initiative WWF mengatakan,
semua prediksi dari laporan tersebut, ditambah dengan berkurangnya
cadangan modal alam akibat penggundulan hutan yang terus menerus,
merupakan sesuatu yang harus diwaspadai oleh pemerintah, industri dan
masyarakat.
Menurut
Adam, hutan Heart of Borneo memiliki nilai penting, baik bagi
kesejahteraan masyarakat lokal dan bagi kepentingan global, mengingat
keanekaragaman hayati mereka sangat kaya dan unik, tingginya potensi
penyerapan karbon dan berbagai jasa lingkungan yang diberikannya terkait
dengan pangan, air dan ketahanan energi.
Pelestarian
hutan Borneo dan ekosistemnya lanjut Adam, merupakan salah satu
prioritas penting di kawasan ini. “Dengan kurangnya aksi perlindungan
ini berarti kita menempatkan ekonomi, mata pencaharian dan spesies dalam
bahaya besar, " ujar Adam melalui keterangan tertulisnya yang diterima
Beritalingkungan.com.
Deforestasi
dan degradasi hutan berkontribusi hingga 20 persen dari emisi karbon
global. Hutan Borneo dan spesies yang tergantung pada hutan terancam
oleh penebangan yang tidak lestari, konversi hutan alam untuk kegiatan
komersil, terutama perkebunan kelapa sawit dan tambang batubara,
termasuk juga kebakaran hutan dan perburuan satwa liar.