Kamis, 21 Juni 2012

Kalimatan Rentan Terkena Perubahan Iklim

Macan di antara dahan  pohon di Kalimantan Tengah. Foto : WWF/© Alain Compost.
Jantung Kalimatan yang wilayahnya meliputi Indonesia, Malaysia dan Brunei diperkirakan rentan terkena dampak perubahan iklim.

Hal tersebut terungkap dari  laporan WWF yang baru saja dirilis berjudul Assessing the Impact of Climate Change in Borneo (Mengkaji Dampak Perubahan Iklim di Borneo). Laporan ini mengungkapkan bahwa Heart of Borneo (HoB) atau Jantung Kalimatan akan menghadapi peningkatan dampak merugikan akibat perubahan iklim di tahun-tahun mendatang.
Heart of Borneo (HoB), sebuah jantung kehidupan di Kalimantan, satu-satunya tempat yang tersisa di Asia Tenggara, membentang melintasi batas Indonesia, Malaysia dan Brunei serta menjangkau hingga kaki bukit dan dataran rendah yang secara ekologis terkait dimana hutan masih dapat dikonservasi dalam skala yang sangat luas.
Luas hutan hujan di HoB mencapai 220,000 kilometer persegi yang saling terhubung, terdiri dari jaringan kawasan konservasi dan kawasan budidaya yang dikelola secara berkelanjutan, untuk memastikan perlindungan serta pengawetan keanekaragaman hayati dan sumber air bagi kemaslahatan para pihak di tingkat lokal, nasional dan internasional.
Dalam laporan tersebut WWF memproyeksikan bahwa jika nilai modal alam (natural capital) akibat deforestasi di Pulau Borneo terus berada pada titik yang sama, maka kawasan HoB akan mengalami dampak perubahan iklim berupa meningkatnya resiko kebakaran hutan, banjir, penurunan kualitas kesehatan manusia, perubahan hasil pertanian dan kerusakan infrastruktur. 

Naiknya permukaan laut juga diproyeksikan dapat menyebabkan kerusakan yang meluas ke pusat-pusat pemukiman, mengakibatkan kerusakan ekonomi yang cukup besar dan naiknya komponen pembiayaan di kalangan pemerintah daerah, masyarakat dan bisnis.

Selain itu, dengan peningkatan suhu hingga dua derajat, keanekaragaman hayati Borneo khususnya spesies laut, reptil dan amfibi akan sangat terganggu dan berpotensi hancur pada tahun 2050 bila suhu meningkat lebih panas lagi.

Laporan ini menyusul laporan WWF-ADB yang berjudul Ecological Footprint and Investment in Natural Capital in Asia and the Pacific (Jejak Ekologis dan Investasi Modal Alam di Asia dan Pasifik) yang dirilis pada 5 Juni 2012 yang lalu, yang mengingatkan tentang berkurangnya modal alam di wilayah Asia-Pasifik dan adanya tekanan terhadap jasa ekosistem yang ada.

Adam Tomasek, pimpinan program Heart of Borneo Global Initiative WWF mengatakan, semua prediksi dari laporan tersebut, ditambah dengan berkurangnya cadangan modal alam akibat penggundulan hutan yang terus menerus, merupakan sesuatu yang harus diwaspadai oleh pemerintah, industri dan masyarakat.

Menurut Adam, hutan Heart of Borneo memiliki nilai penting, baik bagi kesejahteraan masyarakat lokal dan bagi kepentingan global, mengingat keanekaragaman hayati mereka sangat kaya dan unik, tingginya potensi penyerapan karbon dan berbagai jasa lingkungan yang diberikannya terkait dengan pangan, air dan ketahanan energi. 

Pelestarian hutan Borneo dan ekosistemnya lanjut Adam, merupakan salah satu prioritas penting di kawasan ini. “Dengan kurangnya aksi perlindungan ini berarti kita menempatkan ekonomi, mata pencaharian dan spesies dalam bahaya besar, " ujar Adam melalui keterangan tertulisnya yang diterima Beritalingkungan.com. 

Deforestasi dan degradasi hutan berkontribusi  hingga 20 persen dari emisi karbon global. Hutan Borneo dan spesies yang tergantung pada hutan terancam oleh penebangan yang tidak lestari, konversi hutan alam untuk kegiatan komersil, terutama perkebunan kelapa sawit dan tambang batubara, termasuk juga kebakaran hutan dan perburuan satwa liar.

Adam Tomasek menambahkan bahwa kebijakan fiskal, investasi dan dimasukkannya faktor modal alam ke dalam proses pengambilan keputusan ekonomi merupakan hal yang sangat penting untuk mengatasi kecenderungan destruktif yang diungkapkan dalam laporan tersebut.

Tidak ada komentar: