a. Karakteristik alami dari cahaya: Cahaya merupakan gelombang yang dapat dianalogikan dengan gelombang suara dan gelombang air. Osilasi elektrik dan magnetik disebut dengan radiasi elektromagnetik. Cahaya biasanya merupakan bentuk radiasi elektromagnetik, yaitu sebagai sinar-X, ultraviolet, inframerah, radar dan gelombang radio.
Faktor-faktor
penting yang terlibat dalam proses melihat objek. Informasi pembentuk image
dari objek berkurang (terpencar dan terserap) pada saat gelombang menjalar
melalui atmosfer ke pengamat. Cahaya udara juga memiliki bagian peranan dalam
proses pemencaran.
b. Pengukuran visibilitas: Dalam melakukan penelitian visibilitas dengan
menggunakan pertikel-pertikel aerosol yang dapat menyerap dan menyebarkan
cahaya, perlu dilakukan pemantauan secara menyeluruh tentang dua variable yaitu
atmospheric optical dan konsentrasi partikel yang menyebabkan pelemahan
visibilitas. Karena visibilitas tidak dapat ditentukan oleh satu parameter dan
belum ada satu perumusan metode yang baik, maka metoda pengukuran visibilitas
dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu view, optical dan aerosol monitoring.
Pada
uraian terdahulu telah kita pelajari berbagai manfaat tumbuhan bagi kehidupan
manusia, seperti sebagai sumber makanan, bahan obat, bahan bangunan, bahan
sandang, bahkan sebagai stabilisator konsentrasi CO2 di atmosfer. Dapatkah kamu
sebutkan contoh masing-masing? Tumbuhan merupakan organisme yang sangat dominan
pengaruhnya bagi kelangsungan ekosistem dunia. Pada zaman sekarang, ketika ilmu
pengetahuan sudah sangat maju, dan manusia sudah mempunyai konsep tatanan
bermasyarakat, peranan tumbuhan tetap tidak tergantikan. Ilmu pengetahuan
tentang tumbuhan begitu pesat berkembang sehingga banyak bagian tubuh tumbuhan
yang dimanfaatkan oleh para ilmuwan untuk kebaikan dan kepentingan masyarakat.
Pada
zaman sekarang, orang tidak dapat lagi memandang peranan apa pun secara
sendiri-sendiri. Masyarakat di seluruh dunia harus memandang sains-teknologi
sebagai bagian dari masyarakat. Setiap perkembangan yang terjadi pada sains
selalu dikaitkan dengan teknologi yang mendukungnya, kemudian dimanfaatkan
untuk kepentingan masyarakat. Begitu pula tentang perkembangan ilmu tumbuhan
selalu terkait dengan kemajuan teknologi dan berpengaruh pada masyarakat. Kini
para ahli anatomi tumbuh-tumbuhan mengetahui bahwa tumbuhan memiliki sifat
totipotensi, yaitu suatu kemampuan setiap sel untuk tumbuh menjadi sebuah
individu baru. Pengetahuan tentang totipotensi ini dimanfaatkan para ahli untuk
melakukan perbanyakan tumbuhan dengan teknik kultur jaringan. Bagian tumbuhan (daun,
batang, bunga) ditumbuhkan dalam “kultur agar” di laboratorium. Setelah
tumbuhan menjadi individuindividu baru yang jumlahnya ribuan, tumbuhan siap
ditanam di lahan yang sebenarnya.
Teknik
kultur jaringan merupakan cara perbanyakan tumbuhan dalam waktu singkat dengan
hasil yang banyak. Teknik ini dapat dijadikan solusi untuk mengatasi masalah
kekurangan pangan masyarakat. Permasalahannya adalah teknik kultur jaringan
membutuhkan biaya tinggi sehingga produk menjadi mahal, kemungkinan besar sulit
dijangkau oleh masyarakat. Selain kultur jaringan, dikembangkan juga tanaman
transgenik, yaitu tanaman hasil rekayasa genetika, yang akan kamu pelajari pada
bab bioteknologi.
Gas Rumah Kaca
Gas rumah kaca adalah
gas-gas yang ada di atmosfer
yang menyebabkan efek rumah kaca.
Gas-gas tersebut sebenarnya muncul secara alami di lingkungan, tetapi dapat
juga timbul akibat aktivitas manusia.
Gas rumah kaca yang paling banyak adalah uap air yang mencapai
atmosfer akibat penguapan air dari laut, danau dan sungai. Karbondioksida adalah
gas terbanyak kedua. Ia timbul dari berbagai proses alami seperti: letusan
vulkanik; pernapasan hewan dan manusia (yang menghirup oksigen dan menghembuskan
karbondioksida); dan pembakaran material organik (seperti tumbuhan).
Karbondioksida dapat berkurang karena terserap oleh lautan
dan diserap tanaman untuk digunakan dalam proses fotosintesis. Fotosintesis
memecah karbondioksida dan melepaskan oksigen ke atmosfer serta mengambil atom karbonnya.
Uap Air
Uap air adalah gas rumah kaca yang timbul secara alami dan
bertanggungjawab terhadap sebagian besar dari efek rumah kaca. Konsentrasi uap
air berfluktuasi secara regional, dan aktivitas manusia tidak secara langsung
mempengaruhi konsentrasi uap air kecuali pada skala lokal.
Dalam model
iklim, meningkatnya temperatur atmosfer
yang disebabkan efek rumah kaca akibat gas-gas antropogenik akan menyebabkan
meningkatnya kandungan uap air di troposfer, dengan kelembapan relatif yang agak
konstan. Meningkatnya konsentrasi uap air mengakibatkan meningkatnya efek rumah
kaca; yang mengakibatkan meningkatnya temperatur; dan kembali semakin
meningkatkan jumlah uap air di atmosfer. Keadaan ini terus berkelanjutan sampai
mencapai titik ekuilibrium (kesetimbangan). Oleh karena itu, uap air berperan
sebagai umpan balik positif terhadap aksi yang dilakukan manusia yang
melepaskan gas-gas rumah kaca seperti CO2[1]. Perubahan dalam jumlah uap air di
udara juga berakibat secara tidak langsung melalui terbentuknya awan.
Karbondioksida
Manusia telah meningkatkan jumlah karbondioksida yang
dilepas ke atmosfer ketika mereka membakar bahan bakar fosil, limbah
padat, dan kayu untuk menghangatkan bangunan, menggerakkan kendaraan dan
menghasilkan listrik.
Pada saat yang sama, jumlah pepohonan yang mampu menyerap karbondioksida
semakin berkurang akibat perambahan hutan untuk diambil kayunya maupun untuk
perluasan lahan pertanian.
Walaupun lautan dan proses alam lainnya mampu mengurangi
karbondioksida di atmosfer, aktivitas manusia yang melepaskan karbondioksida ke
udara jauh lebih cepat dari kemampuan alam untuk menguranginya. Pada tahun
1750, terdapat 281 molekul karbondioksida pada satu juta molekul udara (281
ppm). Pada Januari 2007, konsentrasi karbondioksida telah mencapai 383 ppm
(peningkatan 36 persen). Jika prediksi saat ini benar, pada tahun 2100,
karbondioksida akan mencapai konsentrasi 540 hingga 970 ppm. Estimasi yang
lebih tinggi malah memperkirakan bahwa konsentrasinya akan meningkat tiga kali
lipat bila dibandingkan masa sebelum revolusi industri.
Metana
Metana yang merupakan
komponen utama gas alam
juga termasuk gas rumah kaca. Ia merupakan insulator yang efektif, mampu
menangkap panas 20 kali lebih banyak bila dibandingkan karbondioksida. Metana
dilepaskan selama produksi dan transportasi batu bara, gas alam, dan minyak bumi. Metana
juga dihasilkan dari pembusukan limbah organik di tempat pembuangan sampah (landfill),
bahkan dapat keluarkan oleh hewan-hewan tertentu, terutama sapi, sebagai produk
samping dari pencernaan. Sejak permulaan revolusi industri pada pertengahan
1700-an, jumlah metana di atmosfer telah meningkat satu setengah kali lipat.
Nitrogen Oksida
Nitrogen oksida adalah gas insulator panas yang sangat kuat.
Ia dihasilkan terutama dari pembakaran bahan bakar fosil dan oleh lahan
pertanian. Ntrogen oksida dapat menangkap panas 300 kali lebih besar dari
karbondioksida. Konsentrasi gas ini telah meningkat 16 persen bila dibandingkan
masa pre-industri.
Gas lainnya
Gas rumah kaca lainnya dihasilkan dari berbagai proses
manufaktur. Campuran berflourinasi dihasilkan dari peleburan alumunium. Hidrofluorokarbon
(HCFC-22) terbentuk selama manufaktur berbagai produk, termasuk busa untuk
insulasi, perabotan (furniture), dan temoat duduk di kendaraan. Lemari
pendingin di beberapa negara berkembang masih menggunakan klorofluorokarbon
(CFC) sebagai media pendingin yang selain mampu menahan panas atmosfer juga
mengurangi lapisan ozon (lapisan
yang melindungi Bumi dari radiasi ultraviolet). Selama
masa abad ke-20, gas-gas ini telah terakumulasi di atmosfer, tetapi sejak 1995,
untuk mengikuti peraturan yang ditetapkan dalam Protokol Montreal tentang
Substansi-substansi yang Menipiskan Lapisan Ozon, konsentrasi gas-gas ini mulai
makin sedikit dilepas ke udara.
Para ilmuan telah lama mengkhawatirkan tentang gas-gas yang
dihasilkan dari proses manufaktur akan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan.
Pada tahun 2000, para ilmuan mengidentifikasi bahan baru yang meningkat secara
substansial di atmosfer. Bahan tersebut adalah trifluorometil sulfur pentafluorida.
Konsentrasi gas ini di atmosfer meningkat dengan sangat cepat, yang walaupun
masih tergolong langka di atmosfer tetapi gas ini mampu menangkap panas jauh
lebih besar dari gas-gas rumah kaca yang telah dikenal sebelumnya. Hingga saat
ini sumber industri penghasil gas ini masih belum teridentifikasi.
Efek rumah kaca, yang
pertama kali diusulkan oleh Joseph Fourier pada 1824, merupakan proses
pemanasan permukaan suatu benda langit (terutama planet atau satelit) yang
disebabkan oleh komposisi dan keadaan atmosfernya.
Mars, Venus, dan benda langit
beratmosfer lainnya (seperti satelit alami Saturnus, Titan) memiliki efek rumah
kaca, tapi artikel ini hanya membahas pengaruh di Bumi. Efek rumah kaca
untuk masing-masing benda langit tadi akan dibahas di masing-masing artikel.
Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal
berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek
rumah kaca ditingkatkan yang terjadi akibat aktivitas manusia (lihat juga pemanasan global). Yang
belakang diterima oleh semua; yang pertama diterima kebanyakan oleh ilmuwan,
meskipun ada beberapa perbedaan pendapat.
Penyebab
Efek Rumah Kaca
Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbondioksida (CO2) dan
gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh
kenaikan pembakaran bahan bakar minyak
(BBM), batu bara dan bahan bakar
organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk
mengabsorbsinya.
Energi yang masuk ke bumi mengalami : 25% dipantulkan oleh
awan atau partikel lain di atmosfer 25% diserap awan 45% diadsorpsi permukaan
bumi 5% dipantulkan kembali oleh permukaan bumi
Energi yang diadsoprsi dipantulkan kembali dalam bentuk
radiasi infra merah oleh awan dan permukaan bumi. Namun sebagian besar infra
merah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas CO2 dan gas lainnya,
untuk dikembalikan ke permukaan bumi. Dalam keadaan normal, efek rumah kaca
diperlukan, dengan adanya efek rumah kaca perbedaan suhu antara siang dan malam
di bumi tidak terlalu jauh berbeda.
Selain gas CO2, yang dapat menimbulkan efek rumah kaca
adalah sulfur dioksida , nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2)
serta beberapa senyawa organik seperti gas metana dan khloro fluoro karbon
(CFC). Gas-gas tersebut memegang peranan penting dalam meningkatkan efek rumah
kaca.
Akibat
Efek Rumah Kaca
Meningkatnya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan adanya
perubahan iklim yang sangat ekstrim
di bumi. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, sehingga
mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida di atmosfer. Pemanasan
global mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub yang dapat
menimbulkan naiknya permukaan air laut. Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan
meningkatnya suhu air laut
sehingga air laut mengembang dan terjadi kenaikan permukaan laut yang
mengakibatkan negara kepulauan
akan mendapatkan pengaruh yang sangat besar.
Menurut perhitungan simulasi, efek rumah kaca telah
meningkatkan suhu rata-rata bumi 1-5 °C. Bila kecenderungan peningkatan gas
rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara
1,5-4,5 °C sekitar tahun 2030. Dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2
di atmosfer, maka akan semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan dari permukaan
bumi diserap atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan bumi
menjadi meningkat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar